Belajar Mengenal Apa Itu ‘Brand Equity’

Rabu, 10 November 2021 | 00:01:00

Tika Gilang

Tika Gilang

Branding Coach

PhD Candidate, with Research Focuses on Branding

Belajar Mengenal Apa Itu ‘Brand Equity’

Foto: Ladiestory.id

Ladiestory.id - Ketika Anda berbelanja, pernah tidak terpikirkan kenapa ada satu brand yang kerap kali Anda pilih, dibandingkan dengan brand lainnya? Nah kali ini kita bahas yuk, kenapa seseorang membeli sebuah brand.

Alasan Seseorang Membeli Sebuah Brand

brand equity
Foto: Ladiestory.id

Pertama-tama yuk kita mengerti terlebih dahulu, untuk membahas alasan seseorang membeli sebuah brand, ada teorinya sendiri, lho. Teori ini dikenal sebagai teori perilaku konsumen. Dengan mengerti teori ini kita sebagai brand owners, brand managers, atau sebagai konsumen bisa mengerti motivasi di balik perilaku konsumen.

Motivasi ini biasanya dibentuk oleh adanya kebutuhan yang bisa dipuaskan oleh brand-brand tertentu. Kebutuhan ini pun sangat banyak variasinya.

Ada kebutuhan yang sifatnya jasmani, seperti makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian atau biasa yang kita kenal sandang, pangan, dan papan. Tetapi ada juga kebutuhan yang sifatnya lebih ke arah psikologi.

Dari bagaimana berbelanja sebuah brand bisa membuat konsep diri kita menjadi lebih baik, sampai dengan membeli brand karena sebetulnya kita merasa kesepian. Rasa sepi ini terkadang bisa terobati ketika kita berhasil membeli suatu brand

Faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen

brand equity
Foto: Ladiestory.id

Menurut penelitian Hoyer dan MacInnis pada tahun 2010, terdapat lima faktor yang bisa berpengaruh kepada perilaku konsumen ketika mereka memutuskan untuk membeli suatu brand. Kelima perilaku tersebut adalah; psychological factors, social factors, cultural factors, personal factors dan economic factors.

Pada penelitian lainnya, yang dipublikasikan oleh Kotler dan Amstrong di 2010, mereka mengatakan bahwa keputusan konsumen untuk membeli suatu brand dipengaruhi oleh berbagai kombinasi dari faktor-faktor eksternal dan faktor-faktor internal dari seseorang. 

Faktor internal seperti faktor personal. Contohnya, umur dan siklus kehidupan, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, personality dan konsep diri.

Menurut Kotler dan Amstrong (2010) penting bagi pemilik dan pengelola brand untuk memperhatikan keadaan ekonomi konsumen, dengan mempelajari pendapatan konsumen, kebiasaan menabung konsumen, hingga bagaimana pinjaman-pinjaman yang dimiliki konsumen.

Selain dari kondisi ekonomi konsumen, penting juga untuk mengerti faktor-faktor ekonomi yang sifatnya eksternal namun berpengaruh langsung terhadap kondisi ekonomi konsumen, contohnya seperti tingkat inflasi, angka tenaga kerja, suku bunga dan consumer debt levels.

Selain memperhatikan keadaan ekonomi konsumen, penting juga untuk memperhatikan dan mengerti AIO konsumen. AIO ini merupakan singkatan dari ‘Activities, Interest dan Opinion’ dari konsumen.

Mengenal Konsep Diri Konsumen

brand equity
Foto: Ladiestory.id

Selanjutnya, penting juga untuk kita mengerti hubungan antara konsumen dengan brand. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susan Fournier di tahun 1994.

Salah satu hal yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen adalah hubungan emosional yang terbentuk antara konsumen dan brand yang terjadi karena nilai dan makna sebuah brand menjadi bagian dari terbentuknya konsep diri konsumen.

Oleh karena itu para peneliti seperti Sirgy di tahun 1982 mengatakan bahwa brand bisa dipilih konsumen ketika brand itu dianggap cocok dengan konsep diri konsumen. Teorinya dinamakan ‘brand-self congruity’.

Selain kecocokan, sebuah brand bisa memiliki hubungan emosional dengan konsumennya karena brand tersebut menjadi bagian dari konsep diri konsumen.

Teorinya dinamakan ‘brand-self connections’. Konsep ini diperkenalkan oleh Escalas dan Bettman di tahun 2003. Oleh karena itu, para peneliti di bidang brand mengajukan usulan, agar  konsumen merasa cocok dan bisa mencerminkan konsep diri konsumen, harus didesain brand personality yang cocok dengan target pasar.

Brand personality ini adalah faktor yang juga mendorong konsumen untuk memutuskan menggunakan suatu brand. Faktor internal lainnya, psychological seperti contohnya, motivasi, persepsi, proses belajar, sampai dengan kepercayaan dan sikap konsumen. 

Sedangkan dari sisi eksternalnya, perilaku konsumen biasanya dipengaruhi oleh budaya di mana konsumen itu berada, contohnya budaya daerah, sub-budaya seperti ‘pop culture’, dan kelas sosial di mana konsumen berada.

Faktor eksternal lainnya adalah kondisi sosial konsumen. Dari mulai keluarga, pertemanan, orang-orang yang berperan dalam hidup, dan status seseorang di hidup konsumen.

Pada faktor sosial ini, keluarga punya banyak peran memengaruhi konsumen untuk membeli suatu brand. Keluarga sebetulnya bisa menjadi ‘influencers’ terkuat dan pertama di kehidupan konsumen.

Faktor sosial ini seringkali mempengaruhi perilaku konsumen untuk membandingkan diri mereka dengan grup sosial dimana mereka berada. Faktor sosial ini pun kerap kali menciptakan sosok ‘Opinion leader’.

Hal ini kemudian diteliti, dipelajari dan “dimanfaatkan” oleh pemilik atau pengelola sebuah brand untuk memengaruhi perilaku konsumen dalam membeli suatu brand. Contohnya, brand ‘Supreme’ yang menargetkan sub-budaya konsumennya yaitu ‘urban subculture’.

Brand lain berusaha beradaptasi dengan budaya konsumen yang berbeda dengan budaya di mana brand itu berasal. Contohnya ketika McDonald menawarkan konsumen Indonesia pilihan menu ‘Kremes Sambal Uleg’, dan ‘Burger Rasa Rendang’ untuk memperingati acara HUT-72 Indonesia. Contoh lainnya, adalah ketika McDonald tidak menjual produk dengan bahan dasar sapi di India. 

Nah, penjelasan ini mudah-mudahan bisa menjawab pertanyaan kenapa kita memilih brand tertentu ketika berbelanja. Menurut teman-teman, ada tidak ya alasan lainnya kenapa seseorang membeli suatu brand? Yuk, kita ngobrolin apa saja ya alasan-alasan itu.