Mau Mulai Bisnis Produk Ramah Lingkungan? Baca Tips Sukses dari Dua Perempuan Hebat Ini

Senin, 6 April 2020 | 20:19:20

LS Lifestyle

Penulis : LS Lifestyle

Mau Mulai Bisnis Produk Ramah Lingkungan? Baca Tips Sukses Dari Dua Perempuan Hebat Ini

Menurut data Nielsen 2019, 73 persen konsumen mengatakan mereka ingin mengurangi dampak lingkungan yang mereka hasilkan, dan 38 persen lebih memilih untuk membeli produk kecantikan yang berkelanjutan. Dan fakta lain, semakin banyak merek-merek mapan yang berambisi merilis barang-barang ramah lingkungan, sebut saja Dior, L’Oréal Paris dan Olay. Jadi, jika selama ini kamu memiliki mimpi untuk menghasilkan produk (apa pun) yang lebih sustainaible dan ramah lingkungan, inilah saat yang tepat untuk memulainya. Masih ragu, takut dan tidak tahu harus mulai dari mana? Ladiestory berbincang dengan dua perempuan hebat yang sudah berhasil menyebarkan hasil kreasi mereka dan ini tips mereka bagaimana agar impianmu itu bisa terwujud dan tetap bertahan bahkan saat situasi sulit. 

Leesha Vaswani, pendiri The Heart Project (Surabaya) 

Ladiestory.id: Bagaimana awal cerita mendirikan The Heart Project? 

Leesha Vaswani: The Heart Project dimulai sejak akhir 2015 sebagai satu wadah di mana kami ingin mencoba menanamkan rasa kepunyaan pada masyarakat untuk menjaga Bumi ini. Hal ini kami lakukan dengan memiliki visi dan misi untuk menghasilkan barang-barang baru dari limbah atau barang bekas. Saat ini, kami juga memproduksi produk dengan prinsip zero waste, yang artinya tidak menghasilkan limbah, atau kalau pun menghasikan, jumlahnya sangat sedikit. Produk kami lumayan bervariatif mulai dari mainan, fashion item (aksesoris, baju), homeware product, decorative item. Dan kami juga mengadakan workshop untuk mengajarkan bagaimana cara melakukan upcycling, recylcing dan membuat sesuatu dengan zero waste. Pastinya, produk-produk yang dijual sekarang lebih matang karena sudah melalui proses screening tertentu. Dan supaya produknya tahan lama, kami juga lebih prefer menggunakan kaca atau kain, bukan plastik.

Apa saja tantangan yang dihadapi oleh The Heart Project?

Waktu pertama saya melakukan ini, banyak yang bilang saya gila, 'mau ngapain sih, dengan sampah?" (tertawa). Dan kita baru saja membuka toko baru, baru satu setengah bulan, tapi terpaksa harus langsung ditutup untuk umum karena Corona dan kebijakan social distancing. Alhasil, pendapatan turun banget karena tidak ada pemasukan, tidak ada kegiatan.

Namun, kita akhirnya bisa melihat kesempatan bahwa ada kebutuhan masker untuk masyarakat, maka sekarang ini kita sedang memproduksi masker kain. Pastinya, saat bekerja kita menerapkan standar kesehatan yang sudah ditentukan. Masker kain yang kita produksi juga untuk kebutuhan masyarakat umum, sehingga orang-orang tidap perlu membeli masker medis. Karena masker medis dibutuhkan oleh tenaga medis. 50% hasil penjualan masker ini kita sumbangkan untuk memenuhi kebutuhan medis yang sedang dibutuhkan. Dan sumbangan pertama sudah kita berikan. 

Jadi, menurut saya, selain produk-produk yang sudah, kami juga mengembangkan produk berdasarkan kebutuhan dari masyarakat. Mengambil inspirasi dari kondisi dan permintaan pembeli. 

Apa yang membuat tetap optimis dan semangat menjalankan bisnis ini?

Karena proyek ini memang sesuai dengan core value yang saya punya yakini. Bagi saya, core value number one itu adalah stewardship. Ini artinya, menjaga apa yang sudah dipercayakan pada kita, baik itu hubungan dengan satu sama lain, maupun hubungan dengan alam. Dengan mindset ini, saya ingin memelihara dengan baik apa yang sudah dipercayakan kepada saya. 

Saya juga ingin mempromosikan suatu gaya hidup yang bertentangan dengan sistem kita yang boros, materialistik, kalau barang pecah harus beli baru. Padahal, sebenarnya bisa dibenarin atau di-repurpose. Core value yang sangat dekat di hati inilah yang membuat saya tidak patah semangat. Selain itu, ini seperti sudah meant to be bagi saya. Memang ada pengalaman-pengalaman pribadi yang mengarahkan ke sana.  

Ada saat di mana susah dapat income, tapi puji Tuhan selalu ada saja yang come up yang membuat saya yakin bahwa kita bisa menjadi berkat dan skill kita bermanfaat untuk masyarakat. Saya melihat ini selalu terjadi, jadi ini memang yang membuat saya keep going.

Apa Saran Kamu untuk Mereka yang Ingin Memulai Bisnis tapi Masih Ragu? 

Pertama, never gives up. Usaha saya ini adalah bentuk dari blood, sweat and tears--darah, keringat dan air mata--dan itu terjadi hampir tiap bulan. Tapi, jika sebelum memulai kamu sebaiknya tahu apa yang ingin kamu lakukan dan mengapa kamu melakukannya. Ini supaya kamu bisa menjadi lebih fokus. Tidak belok ke kiri atau kanan, tapi lurus mengikuti core value yang kamu percaya. Kalau udah jelas core value-nya, maka kamu bisa lebih enak jalannya. Tidak ter-distract dengan hal-hal lain. 

Another thing is to be consistent. Cobalah untuk selalu konsisten dengan apa yang kamu lakukan. 

Bagaimana dengan Peran Support System dalam Berbisnis?

Saya adalah family girl, jadi peran keluarga sangat penting bagi saya. Untuk saya pendukung nomor satu saya, selain tim The Heart Project dan keluarga, adalah adalah suami saya dan salah satu teman saya. 

Karima Jufri, Pendiri Scentsibility (Jakarta)

Ladiestory.id: Bagaimana awal cerita mendirikan Scentsibility?

Karima Jufri: Awalnya Scentsibility sebuah klinik aromaterapi, tapi saya terpikir untuk memproduksi produk-produk pembersih itu saat mau punya anak. Saat itu saya merasa geli banget pas mau membersihkan kamar bayi dengan produk-produk yang dijual di supermarket. Saat itu, memang udah ada sih, produk-produk non-toxic, tapi biasanya impor dan harganya mahal. Jadi, akhirnya saya dan partner bisa mencoba membuat produk-produk pembersih rumah yang non-toxic dengan harga yang lebih terjangkau. Dan karena sejak berkecimpung di dunia aromaterapi kita jadi lebih tahu tentang barang-barang non-toxic, jadinya saya dan seorang partner mulai membuat produk-produk pembersih yang non-toxic, ramah lingkungan, non-chemical yang tidak berbahaya untuk bayi dan orang dewasa. Karena lebih fokus di produk-produk pembersih ini, klinik aromaterapinya akhirnya kita tutup di 2010. 

Apa saja tantangan yang dihadapi oleh Scentsibility? 

Masa Corona ini salah satu tantangan, awalnya. Namun, sekarang seperti menjadi sebuah "blessing" bagi kami. Bukan hanya dari order yang lebih banyak ya--itu mungkin iya, tapi nomor dua. Nomor satunya adalah orang-orang menjadi lebih aware dan mulai mencari produk-produk lebih aman.

Dulu, saya tuh setengah mati berusaha men-switch orang dari produk yang toxic ke produk yang aman. Susah banget. Namun, dengan adanya COVID-19, orang-orang akhirnya keluar dari comfort zone dan mencari alternatif. Dan kami adalah alternatif yang selama ini belum dilirik. Dan ini juga membuat saya senang karena klien yang selama ini tidak peduli dengan bahan-bahan yang kita pakai, menjadi lebih ingin tahu apa saja bahan-bahan aktif dan non-aktif yang kami masukkan ke dalam produk pembersih. Dan kami memang tidak pernah menutupi bahan-bahan, kami selalu menuliskan semua bahan aktif dan non-aktif karena saya pengen semua orang tahu apa di dalamnya.

Intinya, COVID-19 membuat masyarakat lebih aware, lebih sayang dengan badannya dan semoga kepedulian, awareness ini tetap ada meski COVID sudah lewat. 

Salah satu produk Scentsibility adalah hand sanitizer, apakah sekarang menjadi produk terlaris?

Sangat, tapi kendalanya adalah botol. Karena mendadak orang banyak membuat sendiri, akhirnya botol langka dan susah dicari. Dan saya tidak ingin menaikan harga, tidak ingin menambah kesukaran orang di masa yang sulit ini, jadi akhirnya kita tetap beli botol dengan harga yang masih wajar. Yah, nggak papalah margin kami kecil, asal bisa membantu orang lain.

Itulah sebabnya juga, saya menawarkan di Instagram, kalau orang-orang memiliki botolnya dan ingin diisi ulang oleh Scentsibility, kirim aja ke kami. Nanti, kami isi ulang. 

Apa yang membuat tetap optimis dan semangat menjalankan bisnis ini?

Saya merasa Scentsibility ini adalah my baby, sesuatu yang saya (dan salah satu partner saya) mulai dari nothing, dari uang sendiri. Jadi, walaupun ada waktu dan masa sulit, Scentsibility masih akan tetap ada.

Selalu ada satu-dua bulan dalam setahun di mana kita zero sale, tapi karena kami tidak perlu memikirkan biaya sewa toko, kami tetap bisa berjalan. Scentsibility memang tidak punya toko fisik, jadi segala produk kita jual secara online

Dan dunia internet itu sangat membantu, apalagi dengan adanya kurir online. Jaman dulu kita punya kurir yang harus mengantarkan barang ke seluruh Jakarta. Tapi dengan adanya kurir online, bisnis kami sangat tertolong. Apalagi ada sistem same day delivery, jadinya enak banget mengantar barang kepada klien. . 

Apa Saran Kamu untuk Mereka yang Ingin Memulai Bisnis tapi Masih Ragu? 

Jadi saran saya yang mulai memulai bisnis, start small aja. Nggak perlu nyari toko dulu, atau apalah itu. Itu nanti setelah kondisi cash flow-nya lebih baik dan lebih mapan.

Dan kalau bisnis seperti ini masih belum bisa kasih makan, find something else yang bisa kasih kita makan. Dan saya pribadi I want people to have my product, dari 10 rumah, paling nggak satu rumah aja. Saya memang tidak begitu ambisius (tertawa). Kalau nggak ada yang beli, saya pakai sendiri. Jadi, jangan diambil pusing. 

Bagaimana dengan Peran Support System dalam Berbisnis?

Bagi saya, support keluarga itu pasti dibutuhkan, tapi it doesn't matter. It’s ok, nggak papa kalau kamu hanya jalan sendiri. Karena, klien saya juga banyak dari orang-orang tidak saya kenal. Yang penting kamu consistently doing what you believe in and just do it

Sumber foto utama: Unsplash.com/ Danielle MacInnes