Ancam Kesehatan Usus, Hentikan 5 Kebiasaan Buruk Berikut Ini

Rabu, 22 Juni 2022 | 00:01:00

Prisca Devina

Penulis : Prisca Devina

Ancam Kesehatan Usus, Hentikan 5 Kebiasaan Buruk Berikut Ini

Ilustrasi perempuan menderita batu ginjal. (Special)

Ladiestory.id - Kesehatan seluruh tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor sehatnya usus. Hal ini dikarenakan pikiran dan tubuh yang sehat memerlukan berbagai jenis senyawa kimia yang diproduksi langsung oleh mikroorganisme dalam usus.

Dalam usus seseorang, diperkirakan terdapat bakteri  yang berjumlah hingga 100 triliun. Mereka secara kolektif dikenal sebagai mikrobioma atau mikrobiota. Oleh karenanya, menjaga keseimbangannya sangatlah penting.

Namun hingga saat ini, banyak manusia yang tidak menyadari beberapa kebiasaan buruk yang dilakukan ternyata dapat mengancam kesehatan usus. Simak artikel berikut untuk mengetahui apa saja kebiasaan buruk tersebut.

Konsumsi Produk Pengganti Susu

Ilustrasi kacang kedelai. (Special)

Produk susu ternyata tidak cocok dikonsumsi oleh beberapa orang. Oleh sebab itu, Kamu dapat memilih untuk menggunakan produk pengganti susu berbasis hewani, yang umumnya diproduksi dari bahan nabati seperti kacang-kacangan. Hal tersebut bisa Kamu dapatkan dari susu kedelai, susu almon, dan sebagainya.

Berdasarkan studi dalam jumlah Nature pada 2015, tambahan pengemulsi banyak diberikan pada produk pengganti susu agar mencegah pemisahan susu. Pada akhirnya, susu yang diminum dengan pengelmusi sama artinya seperti menambahkan sabun ke bakteri usus yang bisa merusak mikrobioma usus.

Scrolling Media Sosial Menjelang Tidur

Ilustrasi kampanye media sosial. (Special)

Salah satu kebiasaan buruk yang dilakukan banyak orang dan dapat mempengaruhi pola tidur secara negatif adalah scrolling media sosial. Hal ini disebabkan karena kesulitan tidur dapat terjadi jika Kamu mendapat pancaran cahaya dari ponsel atau komputer. Dikutip The Guardian, kesehatan usus sangat dipengaruhi oleh kualitas tidur seseorang di malam hari. 

Ketidakseimbangan dalam usus atau disbiosis sendiri biasanya dipicu oleh kurangnya waktu tidur. Oleh sebab itu, jagalah keseimbangan bakteri usus dengan menjaga pola tidur.

Mengunyah Permen Karet

Permen Karet (Special)

Mengunyah permen karet sebenarnya memiliki banyak manfaat, salah satunya yaitu dapat membuat napas menjadi segar. Akan tetapi, dilansir Healthista, produksi asam lambung akan meningkat karena rusaknya cairan pencernaan yang disebabkan oleh kebiasaan mengunyah permen karet.

Otak akan mengirimkan sinyal ke perut jika terdapat makanan yang akan masuk ketika seseorang mengunyah permen karet. Padahal, tidak adanya makanan yang datang ketika perut mulai mengeluarkan cairan dapat memberikan efek negatif pada bakteri usus. Selain itu, Kamu juga akan lebih banyak menelan udara yang bisa menyebabkan kembung dan irritable bowel syndrome (IBS).

Tidak Mengonsumsi Berbagai Makanan

Menu Makanan. (Special)

Kurangnya kemampuan tubuh untuk pulih dari bahaya, seperti infeksi atau antibiotik dapat terjadi karena kurangnya keragaman bakteri dalam usus.

Penelitian yang tertulis dalam jurnal Molecular Metabolism pada 2016 menyatakan, jika pola makan yang terdiri dari beraneka macam makanan utuh, semacam buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian, bisa menghasilkan flora usus yang lebih beragam. Lebih lanjut, profil flora usus hanya akan berubah dalam beberapa hari saja akibat berubahnya pola makan.

Hal ini disebabkan karena bakteri dapat tumbuh akibat adanya pemberian nutrisi dari makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan.

Minum Terlalu Banyak Alkohol

Ilustrasi minuman beralkohol. (Special)

Karena bersifat adiktif dan beracun, alkohol dapat memberikan efek negatif untuk fisik dan mental. Mengonsumsi terlalu banyak alkohol dapat menyebabkan masalah serius dalam kesehatan usus, seperti disbiosis.

Penelitian yang dilakukan oleh The American Journal of Physiology-Gastrointestinal and Liver Physiology pada 2012 tampak membandingkan antara flora usus dari 41 pecandu alkohol dan 10 individu sehat yang mengonsumsi sedikit alkohol. Hasilnya, disbiosis terjadi pada 27 persen populasi alkoholik, namun tidak ditemukan pada individu sehat.