Dalam beberapa tahun terakhir, konsep inklusivitas semakin menguat dan dianggap lebih mewakili generasi muda dan milenial saat ini. Inklusi merujuk kepada keadilan dalam mengakses atau memperoleh kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan dan bekerja bagi setiap warga masyarakat yang memiliki latar belakang yang berbeda. Indonesian Women's Forum (IWF) 2019 di hari kedua membicarakan tentang inklusi dalam tema "Creating Inclusive Generation" pada Jumat (22/11/2019) di Gandaria City.
1. Presiden Direktur Sun Life Indonesia menjadi pembicara
Elin Waty, selaku Presiden Direktur Sun Life Indonesia diundang sebagai pembicara pada konferensi hari itu karena ia adalah sosok yang tepat menggambarkan inklusivitas. Wanita ini berhasil menduduki posisi puncak yang selama ini masih didominasi laki-laki. Elin membuktikan bahwa perusahaan yang menerapkan konsep inklusivitas akan menempatkan hak wanita sama dengan laki-laki. Ia pun mengawali karier di bidang asuransi dari tingkat terendah. Untuk mendapatkan posisinya saat ini, ia butuh waktu 20 tahun. Kuncinya adalah bekerja keras. Ia juga berkata bahwa menjadi pemimpin wanita yang harus membawahi ribuan karyawan tentunya tidak mudah. "Di dunia kerja, saya menerapkan prinsip diversity. Sun Life tidak mengenal diskriminasi. Semua orang memiliki hak yang sama. Saya ingin menekankan bahwa dengan bekerja keraas maka wanita pun bisa mencapai posisi yang setara, bahkan lebih tinggi dari laki-laki," jelas Elin.
2. Keluarga berperan penting dalam pembentukan pemikirannya
Dr. Aretha Aprilia, ST, MSc, PhD, seorang ahli teknik lingkungan dan energi mengatakan bahwa keluarga memiliki peran penting untuk membentuk pola pikirnya yang terbuka dan out of the box. "Wanita mempunyai uniqe selling points yang tidak dimiliki laki-laki. Kita diberi kesempatan untuk mengasuh anak sekaligus merintis karier. Artinya, semua wanita umumnya bisa multitasking," jelas Aretha. Ia juga mengaku bahwa dia pernah mendapat stigma saat hidup di luar negeri, terlebih karena ia seorang wanita dari Indonesia yang berhijab. Tetapi stigma tersebut hilang saat ia membuktikan bahwa dirinya memiliki pemikiran yang terbuka akan banyak hal. Hal yang ia dapatkan saat bekerja dan belajar di luar negeri selama 10 tahun adalah wawasan tentang inklusivitasnya yang semakin baik. Aretha pun membagikan pengalamannya ke dalam bukunya yang berjudul Women at Work, berisi pengalaman dan saran menghadapi kolega laki-laki di dunia kerja.
3. Didikan orang tua dan lingkungan sekitar menjadi pembentuk inklusitas anak
Esti Amanda Bowo, S.Psi, praktisi pendidikan inklusif, dan pendiri sekolah menengah Garuda Cendekia membagikan tips bagaimana mendidik anak yang sadar inklusivitas. "Selama ini sistem pendidikan di Indonesia hanya diukur dari nilai dan banyak anak yang tidak menyesuaikannya. Kebetulan anak pertama saya menyandang disabilitas, dan saya sempat kesilitan mencari sekolah," ujar Amanda. Menurut sarjana psikolog ini, semua anak dilahirkan dalam kondisi murni. Bagaimana ia menjadi anak yang eksklusif atau inklusif, tergantung pada pendidikan orang tua dan lingkungannya. "Banyak anak untuk pembelajaran inklusivitas. Nilai-nilai inklusivitas hendaknya ditanamkan sejak kecil. Orang tua perlu mengajarkan pada anak tentang kesetaraan gender, menumbuhkan empati pada teman yang berbeda tingkat ekonomi, tingkat kecerdasan, dan mengenalkannya dengan berbagai suku, ras, dan agama," jelas Amanda.
Dari konferensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran keluarga sangat penting untuk menciptakan generasi yang sadar akan inklusivitas, oleh karena itu sebagai orang tua, kita harus bisa membagi waktu antara bekerja dengan mengasuh anak-anak.