Ladiestory.id - Meskipun beban mental atau mental load sudah ada sejak lama, beban ini semakin meningkat di dunia pengasuhan anak modern. Begitu besarnya sehingga Kepala Ahli Bedah Umum AS, Dr. Vivek Murthy, akhir 2024 lalu mengeluarkan peringatan yang menekankan betapa besarnya stres yang dihadapi orang tua saat ini.
Dikutip dari laman Parents, Jumat (11/10/2024), laporan tersebut menyoroti statistik dari American Psychological Association (APA) yang menemukan 41% orang tua dengan anak di bawah 18 tahun mengatakan bahwa mereka sangat stres sehingga tidak dapat beraktivitas hampir setiap hari.
Sementara itu, 48% mengatakan bahwa stres mereka benar-benar tak tertahankan. Angka ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan orang dewasa lain yang tidak memiliki anak dalam kelompok usia tersebut.
Apa itu mental load sebagai orang tua?
Mental load menggambarkan kerja kognitif dan emosional yang dibutuhkan orang tua untuk menjalankan rumah tangga mereka. List-nya biasanya sangat panjang seperti menjadwalkan pertemuan dan aktivitas dengan dokter, mencuci pakaian, menyiapkan makanan, membayar tagihan, menangani hambatan potensial, hingga memeriksa kebutuhan anak-anak.
"Beban mental adalah kerja yang tak terlihat—hal-hal yang kita lakukan, yang tidak dapat kita lihat," jelas Paige Bellenbaum, Direktur Pendiri The Motherhood Center of New York.
"Ibu dan ayah terus-menerus memikirkan apa yang terjadi saat ini, apa yang perlu terjadi besok, bulan depan, tahun depan,” sambungnya.
Selain itu, mental load juga dapat membebani hubungan di rumah dan di tempat kerja.
Istilah mental load mungkin menjadi hal baru, tetapi gagasan tentang ini bukanlah konsep baru. Mental load orang tua mungkin lebih buruk daripada sebelumnya karena ekspektasi dan tekanan masyarakat telah meningkat. Ada peningkatan biaya pengasuhan anak dan biaya kuliah, masalah teknologi dan media sosial, kekerasan di sekolah, dan mengalami pandemi yang mengubah kehidupan.
Berikut beberapa hal terkait beban mental sebagai orang tua.
Ibu-ibu Sering Kali Tanggung Beban

Penelitian telah menemukan bahwa ibu-ibu dalam hubungan heteroseksual biasanya memikul lebih banyak beban mental daripada pasangan mereka. Sebuah studi baru-baru ini, yang diterbitkan dalam Arsip Kesehatan Mental Wanita, menemukan bahwa ibu-ibu rata-rata melaporkan bertanggung jawab atas sekitar 73% pekerjaan kognitif rumah tangga di rumah mereka dibandingkan dengan pasangan mereka. Mereka juga bertanggung jawab atas sekitar 64% pekerjaan fisik rumah tangga.
Pembagian yang tidak merata dapat sangat memengaruhi kesehatan mental seorang ibu, yang menyebabkan tingkat depresi, stres, ketidakpuasan hubungan, dan kelelahan yang lebih tinggi.
Stigma Budaya

Beban mental terkadang dapat terlihat berbeda berdasarkan budaya seseorang. Itu dapat disebabkan oleh norma budaya tentang peran gender atau rasa malu yang mencegah seseorang mencari bantuan.
Sudah lama sekali, ada stigma budaya seputar kesehatan mental di komunitas Latin terkait berbagi kekhawatiran dengan orang selain keluarga merupakan hal tabu bahkan aib.
Ayah dan Tekanan Masyarakat

Meskipun sering mendengar bagaimana beban mental memengaruhi ibu, namun hal itu juga berlaku bagi ayah.
Ayah juga menghadapi tekanan masyarakat, seperti merasa terkekang untuk mengambil peran tertentu. Terlebih lagi, mereka berjuang untuk mencari dukungan kesehatan mental karena stigma terhadap laki-laki yang harus kuat.
Survei Parents and Verywell Mind menemukan 2 dari 3 ayah berpikir harus ada lebih banyak dukungan kesehatan mental untuk para ayah, dan banyak yang merasa dihakimi ketika mereka berbicara tentang kesehatan mental mereka.
Oleh sebab itu, untuk mengatasi mental load sebagai orang tua, pentingnya kerja sama dan komunikasi yang disepakati oleh kedua belah pihak. Selain itu mencari bantuan dukungan baik dari keluarga maupun penasihat di luar itu bukan hal yang harus ditutupi.