Tidak dengan Kekerasan, Disiplinkan Anak Ada Triknya

Rabu, 15 Desember 2021 | 07:00:00

Arfiah Ramadhanti

Penulis : Arfiah Ramadhanti

Tidak Dengan Kekerasan, Disiplinkan Anak Ada Triknya

Ilustrasi Menyayangi anak. (Spesial)

Ladiestory.idMelatih si Kecil agar disiplin selalu menjadi tantangan bagi orang tua. Tak jarang pula, karena orang tua merasa tidak sabar dengan kelakuan anak-anak yang dirasa menjengkelkan, ayah atau ibunya memarahi, membentak, bahkan memukul si Kecil. Namun, jika hal ini dibiarkan, apakah solusi ini dapat membuat anak menjadi lebih disiplin? Atau justru sebaliknya?

Untuk memahami hal tersebut, Teman Parenting belum lama ini melakukan sesi Instagram Live bertajuk "Mendisiplinkan Anak Ada Triknya!" bersama dr. Putu Ayuwidia Ekaputri, M. Sc., dokter yang mendalami ilmu cognitive neuroscience.

Sejak Usia Berapa Mengajarkan Anak Disiplin?

Pada dasarnya, mendisiplinkan anak dapat dilakukan sejak ia lahir. Pasalnya, sejak lahir, anak sudah memiliki otak yang mampu bekerja, walaupun fungsi dan kerjanya belum begitu kompleks serta optimal.

Oleh karenanya, menjadi catatan penting bagi orang tua, bahwa dalam mendisplinkan anak perlu disesuaikan dengan tahapan usianya.Tak hanya itu, ekspektasi orang tua terhadap anak juga perlu dikontrol dengan baik ketika ingin mengajarkan soal kedisiplinan.

Dijelaskan dr. Widia, ketika anak baru lahir, bagian otak yang berfungsi secara dominan adalah bagian lower brain atau primitive brain. Bagian otak ini memiliki tugas dalam pengaturan emosi anak dan berkembang sangat pesat sebelum anak menginjak usia 3 tahun.

Setelah usianya mencapai 3 tahun, perlahan otak bagian logika akan mulai terbentuk dan bekerja, sehingga mencapai tingkat kematangan di usia 25-30 tahun.

Dengan memahami perkembangan otak anak ini, diharapkan orang tua akan lebih mudah mencari metode paling efektif saat mengajarkan disiplin pada anak, sejak awal kehidupannya.

Trik Mendisiplinkan Balita

Kekerasan bukanlah cara yang tepat dalam mengajarkan kedisiplinan pada anak. Sebaliknya, agar anak memahami ketika diajarkan untuk disiplin, orang tua perlu melakukan pendekatan emosional.

Menurut dr. Widia, karena di usia balita dan anak-anak, otak emosional masih dominan, maka cara terbaik untuk orang tua adalah mengambil kesempatan tersebut untuk menarik hatinya. Di usia bawah 3 tahun, berikan anak perhatian yang penuh cinta. Misalnya, ketika anak menangis, gendong dan tenangkan. Ketika anak emosional dan mengamuk, tenangkan dan beri pelukan.

"Cobalah pererat bonding dengan anak, buat anak merasa "cinta mati" dengan orang tuanya. Ketika anak merasa dicintai, mereka akan menyadari dan percaya bahwa setiap aturan serta omongan yang terucap dari orang tuanya, merupakan yang terbaik untuknya. Jika anak sudah merasa nyaman dengan aturan yang diterapkan, lakukan secara konsisten,” ungkapnya.

Lebih lanjut, dr. Widia juga mengatakan bahwa ketika mengajarkan anak untuk disiplin, orang tua sebaiknya jangan terlalu keras. Seringkali orang tua terlalu keras ketika mengajarkan anak, namun anak sebenarnya belum memahami tujuan dari orang tua. Hal ini akhirnya hanya akan menimbulkan perasaan takut dan trauma pada diri anak.

Kekerasan Verbal atau Nonverbal dan Pengaruhnya pada Anak

Rasa marah dan tantrum yang timbul dari anak bukanlah tanpa sebab. Ada berbagai alasan yang mendasari kemarahan si Kecil, sayangnya ia belum bisa mengungkapkannya dengan baik secara verbal.

Oleh karena itu, penting juga bagi orang tua untuk mengobservasi apa penyebab anak merasa emosional, kemudian barulah mencari cara untuk menenangkannya.

Apabila orang tua terlalu keras terhadap anak, ada 2 kemungkinan yang mungkin terjadi pada diri anak. Pertama, anak menjadi takut dan menghindari orang tuanya. Jika sudah begini, bonding yang sudah terbangun mungkin akan perlahan memudar dan anak menjadi semakin jauh dengan orang tua. Akibatnya, anak akan semakin sulit untuk menuruti perintah orang tua.

Kedua, anak justru akan semakin memberontak karena merasa emosionalnya tidak bisa tersalurkan serta dipahami oleh orang tuanya. Dalam jangka panjang, apabila orang tua terlalu sering membentak anak, sangat mungkin terjadi kerusakan komponen di otak anak dan menimbulkan trauma berkepanjangan.

"Prinsipnya, perlakukan anak sebagaimana kita ingin diperlakukan. Kalau anak marah, tanyakan kenapa dia marah, beritahu kalau misalnya kita mengerti kenapa dia marah. Namun, bukan berarti juga kita langsung memberikan apa yang dia mau. Ada perbedaan tipis antara mengerti dan memberikan. Yang harus kita lakukan adalah mengerti, karena anak masih punya banyak keterbatasan untuk mengungkapkannya" tutup dr. Widia.