1. Health
  2. Silent Killer, Indonesia Perlu Pencegahan Hipertensi yang Optimal
Health

Silent Killer, Indonesia Perlu Pencegahan Hipertensi yang Optimal

Silent Killer, Indonesia Perlu Pencegahan Hipertensi yang Optimal

Ilustrasi Hipertensi (Special)

Ladiestory.id - Sampai saat ini, hipertensi masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama seluruh masyarakat di Indonesia. Jumlah penyandang hipertensi di Indonesia tidak berkurang dalam satu dekade terakhir.

Oleh karena itu, upaya pencegahan hipertensi yang optimal dan tatalaksana hipertensi sangat diperlukan untuk menurunkan risiko kesakitan, komplikasi, bahkan risiko kematian dini, antara lain dengan modifikasi gaya hidup dan pemberian terapi obat rutin ketika sudah diperlukan.

Perhimpunan Hipertensi Indonesia atau Indonesian Society of Hypertension (InaSH) secara rutin tiap tahunnya melakukan edukasi tentang hipertensi dan tatalaksananya kepada para dokter, masyarakat serta media massa bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

dr. Erwinanto, Sp.JP(K),FIHA, Ketua InaSH, pada kesempatan tersebut mengungkapkan, jumlah penyandang hipertensi di Indonesia tidak berkurang dalam satu dekade terakhir. Survei nasional di Indonesia pada 2018 menunjukkan prevalensi hipertensi adalah 34,1%, tidak berbeda dengan hasil survey nasional pada 2007 yang besarnya 31,7%.

"Tidak berubahnya jumlah penyandang hipertensi dari tahun ke tahun bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di negara lain termasuk negara maju seperti Amerika. Tingginya jumlah penyandang hipertensi menjadi beban berupa tingginya angka kesakitan dan kematian penyakit jantung, stroke dan gagal ginjal kronik. Hipertensi bertanggung jawab terhadap sebagian beban biaya yang tinggi untuk penyakit jantung-pembuluh darah, stroke dan gagal ginjal di Indonesia," ujarnya.

Ia juga mengemukakan, mengukur tekanan darah dapat dilakukan di rumah atau di pelayanan Kesehatan. Ulangi pemeriksaan tekanan darah setidaknya setiap tahun jika tekanan darah terukur 130-139/85-89 mmHg (tekanan darah normal tinggi) dan lebih sering jika terukur 140/90 mmHg atau lebih (hipertensi).

Jika tekanan darah 130-139/85-89 mmHg berisiko menjadi hipertensi di masa datang. Sebuah penelitian menunjukkan risiko menjadi hipertensi 2 tahun ke depan adalah 40% jika tekanan darah 130-139/85-89 mmHg. Jika tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, berisiko mengalami penyakit jantung, stroke dan gagal ginjal yang jauh lebih besar dibandingkan mereka dengan tekanan darah lebih rendah. Dengan mengetahui tingkat tekanan darah, diharapkan seseorang menjadi lebih sadar untuk melakukan usaha menurunkannya jika diperlukan.

"Seseorang dianjurkan menurunkan tekanan darah jika terukur 130/85 mmHg atau lebih. Jika tekanan darah seseorang 130-139/85-89 mmHg, cukup melakukan intervensi gaya hidup seperti berolah raga teratur, menurunkan berat badan, mengurangi asupan garam. Seseorang mungkin perlu terapi obat jika tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih. Dokter akan memutuskan apakah perlu terapi obat atau tidak,” lanjut Erwinanto.

dr. Djoko Wibisono, Sp.PD-KGH, Sekretaris Jenderal InaSH dalam pemaparannya mengatakan, tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain. Hipertensi masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama seluruh masyarakat di Indonesia,berawal dari kondisi yang sering kali diabaikan sebagian besar orang yang merasa tidak memiliki keluhan, namun sesungguhnya menjadi sumber komplikasi kesehatan yang lebih fatal untuk organ vital seperti otak, jantung, maupun ginjal.

"Hipertensi masih menjadi faktor risiko utama penyebab dari stroke perdarahan, penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit ginjal kronik, bahkan kematian dini. Berangkat dari kondisi tersebut, hipertensi sering disebut sebagai ‘Si Pembunuh Senyap’ atau ‘The Silent Killer’," ungkapnya.

Topics :
Artikel terlalu panjang? klik untuk rangkuman :
Bagikan Artikel